Selasa, 30 September 2014

KOPI HITAM (7)
*) dermaga tanpa mercusuar

Pada sebuah rasa
waktu yang mengurung logika
saban detik mengumandangkan gelisah
mendesah resah dalam puing asmara

Terhunus sudah biasmu dari belukar cinta
mencoba menerangi jiwa-jiwa yang luka pada gelap
cinta menjilma keangkuhan langkah
meski gontai dan mabok arah

Inilah aku, dermaga hilang perahu
muksa mercusuar
sepi memeluk gigil sunyi
kembali tunduk saat dzikir mengalun sendu

: aku lunglai dalam persimpangan asmara


Benk, 23.9.14
(kidul argo gamping)

Kopi hitam : seduhan ikhlas yang selalu menemaniku dalam segala rasa.



KOPI HITAM (6)
*) elegi sanubari

Tersudut oleh waktu
terluka oleh asa
terbelunggu rindu
tersesat dalam rasa

Entah, hitam menjilma kelabu
atau buta arah pada langkah yang tersisa
waktu tak sudi berpihak
berkhianat dan lupa aroma mawar

: aku merindumu dalam pelukan sunyi


Benk, 22.9.14
(kidul argo gamping)


KOPI HITAM  (5)
*) maaf Nimas

Pagi ini, kau suguhkan seduhan puisi kematian
dengan racikan air mata dan juga luka
memaksa aku menenggak air matamu yang beraroma binal
hingga merasuk ke segala aortaku

Ikrar yang konon sanggup meramu keindahan
menjilma lengkingan caci maki pada seongkok jasad
yang tercabik belatung durjana

: kopi hitam pengantar menuju kubur sunyi

Benk, 20.9.14
(kidul argo gamping)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar