Selasa, 30 September 2014

PENAKU TERBAKAR GAIRAH API
*) orasi pada nafsu dan cinta


Sebelum mata penaku terbakar birahi
izinkan aku mengecup keningmu dengan secuil sajak miskram
yang pernah aku pahatkan pada kanvas senja
dengan segala gairah yang tersisa

Remaslah kuat rasa ini
saat mentari begitu beringas mengganas menerjang buta
dia, setia menyimpan eleginya di atas segala angkara jagad raya
lantas, dia lunglai di ufuk cakrawala sambil bercumbu pada lembayungnya
: kelelahan itu membawanya pada peradaban paling asing

Sebelum mata penaku terbakar geliat kemunafikan
maka, izinkan aku mendusta padaMU
bahwa sabda cinta hanyalah sekumpulan orasi-orasi di trotoar sepi
sambil memukul-mukul kepala sendiri dengan sebongkah angan-angan palsu

Dan ingatlah, sebelum mentari menjadikan mata penaku seperti abu berdebu
ada episode yang tak pernah bosan mengulang-ulang adegan menjilat lidah sang Antagonis,
saling menjilat dengan iringan nafas memburu, berpacu dengan detik-detik klimaks menuju firdaus semu, berselimut peluh dan juga erangan dengan lengkingan parau di kerongkongan yang penuh liur birahi.

Ini adalah pena yang mencipta orasi tanpa mimbar, menyuruh bugil para umat, seperti khotib yang kerasukan yahudi di tengah kotbah subuhnya.
maka, kemarilah wahai penganut dendam, sebelum ruh ternoda kerak neraka, bercumbulah dahulu denganku di atas altar bertikar onak harapan para kaum marjinal, yang tak sanggup lagi meruncing menusuk muka kaum durjana
: entah apa penyebabnya.

Di sini, di tengah gemuruh nafsu dan cinta
aku sabdakan kepadamu
biarlah penaku terbakar gairah neraka daripada penaku yang membakar neraka.



Benk, 26 September 2014
(kidul argo gamping)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar