MEDITASIMU ADALAH
KHUSUKKU
Meditasimu
adalah khusukku
Dalam
perjalanan panjang
Liku
dan tejal
Gelap,
sepi irama dzikir
Namun
kumandangnya terus menggema
Di
goa daun telinga.
Meditasimu
adalah khusukku
Oase
dalam kehampaan
Serta
keterkutukan kalbu
Pad
raut sendiri
Tampak
jelas dalam cermin keramat,
Dinding-dinding
kusam berlumut
Dan
setiap peristiwa-peristiwa
Yang
memabukkan
:-
untuk kau ketahui ; sejarah terlah berbicara
Yang
kuukir sendiri
Lewat
bahasa yang aku pinjam darimu,
Lewat
riwayat kepompong, bau alkohol
Dan
kemunafikan.
Meditasimu
adalah khusukku
Membawa
pada jalan-jalan suci
Terang
penuh cahaya, dan hiruk-pikuk
Mualim
berorasi.
:-
tapi aku tak temukan perempuan bugil
Menari
di atas altar
Yang
rambutnya tergurai, susunya bergerak naik turun
Tubuhnya
penuh keringat, baunya harum
Dan
terus berjingkrakan
Dengan
irama musik (bar-bar) seperti bunda Vera.
Meditasimu
adalah khususkku
Untuk
aku terbang meraih bintang
-bukan
orion-
Namun
terang dan dalam kalbu gemerlap
Diresapi
dengan mesra
Lewat
bahasa yang pernah kau berikan.
Konk,
Maret 2006
EPISODE RUANG TUNGGU
Kecemasan
itu mengisyaratkan harapan
Pada
mukjizat
Tentang
hangatnya matahari
Saat
lanskap masih sudi menyapa
Malam-malam
semakin memuncak
Temukan
keheningan yang sempurna
Jejak-jejak
jadi lenyap. Seketika.
Aroma
bius menyesakkan dada
Selang
infus mengalirkan abjad-abjad
Nama
malaikat
Sedih
jadi muram
Air
mata jadi darah
Puisi-puisi
hanya sekedar notasi
Simponi
dari orkestra yang panjang
Derap
langkah menghilang
Ditelan
kemurkaan pada penyesalan
Raut
sendiri menggurat pada
Etalase-etalase
apotek
Selembar
resep menjilma simbul
Pada
nisan-nisan yang kesepian
Mengkabarkan
malam untuk lekas
Turun
pelan-pelan tanpa mozaik cinta
Cerita
yang terlanjur lusuh dan
Renungan
purba.
Malaikat-malaikat
telah meletakkan
Jubahnya
Menyelimuti
setengah ruh
Melayang-layang
di ruang tunggu
Dan
air mata tumpah membanjiri
Harapan
di segala arah angin
:-
kapan kita memakai jubah itu
Sebagai
selimut..?
Konk,
Solo / Januari 2006
KALA KU PANDANG
BINTANG
Udara
malam ini bawaku dalam kehangatan
Yang
sempurna
Tentang
harum tubuhmu
Raut
wajahmu dan belaian rindu
Wajahmu
menyinari malam yang tinggal separuh
Bunyi
bising binatang malam
Suguhkan
perjamuan yang panjang
Lengkap
dengan cumbu mesra
Di
leher dan rahasia malam pertama
Kala
ku pandang bintang
Hampir
menjadi tarian purba
Mengajari
tentang cara bercinta
Agar
peluh jadi mutiara
Simbul
perwaris memahami langkah sendiri
Suara
alampun rela manyapa
Walau
kadang sirna
Gemerlapnya
hanya kiasan
Pada
waktu yang terus congkak
Di
setiap tunas-tunas harapan
:- di sana ada taman-taman indah
Mari luangkan waktu
Untuk sejenak bermesraan
Mengulang-ulang tentang arti
Sejarah yang karam oleh peradaban.
Konk,
maret 2006
05.00 AM
Gema
adzan subuh pekakan telinga
Usik
mimpi-mimpi yang tertunda
Alunannya
lembut menyayat
Mengiris-iris
sanubari
Yang
kembara di awang-awang
Tubuh
manusia gemetar
Jiwa
melayang menggapai hari depan
Untuk
bekal di baka
Yang
konon hanya berpenghuni
Para
petapa saja.
Isak
tangis hanya kesia-siaan
Jiwa
itu telah pergi
Menuju
kubur
Dengan
iringan abjad-abjad gaib
Gema
tasbihpun terusik
Oleh
khusuknya air mata
Hanya
keranda rapuh
Yang
dapat mengeja peristiwa ini
Lewat
bahasa yang masih sama
“ inakillahi wa innalillahi roji’un”
Konk,
Januari 2006
KESUNYIAN, KEKASIHNKU
:-
seperti apakah warna kesunyianmu...?
Kalimat nama yang akan
Kau rabahi sendiri
Tanpa atlas atau deretan
Abjad-abjad mantra.
Merabahi malam dalam gelapmu
Seperti sedadu, gemar mencumbui
Harum mesiu. Konon sanggup
Memberi warna-warna
Di tiap bendera-bendera kesepian.
Kesunyian, kusediakan altar
Untuk kau menari
Di dalam waktuku
Serta bangunlah kuil
Beserta para pendeta-pendetanya
:-
kemana lagi aku mencarimu...?
Lewat debu, kesunyian kekasihku
Sepi akan irama dzikir atau
Sakaramen-sakaramen maut
Kekasih di tiap lelap
Dan dengkur
Dalam ranjang yang penuh
Cerita masa depan
:- dengan bahasa apa, aku musti
menterjemahkannya....?
kesunyian, kekasihku
masih saja sama. Diam
di antara kubur
dengan nisan yang masih mengkilap
takut akan waktu sendiri.
Konk,
Pebruari 2004
GELISAHMUPUN BERLABUH
PADA SANUBARIKU
:- ini bukan puisi cinta
Bukan pula orasi di tiap lelap malam.
Kelelahan yang panjang
Membawaku pada ruang waktu
Penuh dengan isak tangis dan harapan
Tentang cakrawala kala senja
Telah ku terjemahkan gelisahmu
Berlabuh dalam sanubariku
Menidurkanmu dalam kamar kosong
Mencoba bermimpi tentang matahari
Yang gontai
Telah kuurai arti candamu
Yang berabad-abad menggurat pada waktu
Lewat bahasa dalam gerimis
Yang saban hari
Menawarkan
Tarian zaman Luth
Gelisah yang berlabuh pada sanubariku
Mencakar-cakar kepasarahan
Atas segala keyakinan
Pada gerimis yang mengubur
Derap langkah sendiri
:- ini bukan puisi cinta
Bukan pula orasi di tiap lelap malam.
Konk,
Januari 2006
SENYAWA CINTA
Persetubuhan
ini begitu bara
Saat
musim mengeja nama-nama kita
Kupu-kupu
terus memperkosa bunga taman
Hingga
putiknya rontok satu per satu
Selain
sepi, gairah apa yang kau tawarkan lagi...?
Tubuh
hampir meregang
Membiarkan
jiwa-jiwa gontai
Menawarkan
episode-episode baru
Di
awal persetubuhan ini
Reinkarnasi
tentang perulangan-perulangan dzikir
Menjadi
relief abadi
Terpahat
sangat rapi dalam dinding istana
-bukan milik Sulaiman-
Namun
kelak pewaris merunutnya kembali
Kita
terlalu sibuj mengejar matahari
Mareka-reka
arah angin
Menangisi
setiap peristiwa dan mengeluhkan
Setiap
kesah di tiap perjumpaan
Ini
adalah musim untuk bercinta
Mari
kita bersimpuh dalam
Ranjang
para Darwis
Agar
kelak bukan fatamorgana cita-cita
Yang
kita depap
Bukan
pula sejarah Bapa
Namun
arti sebuah reaksi
Dari
dua tubuh bugil
Lantas
menjilma
-senyawa cinta-
Konk,
Maret 2006
BELAJAR MENERKA
:- jika kau dengar bisikku
kau tak akan pergi
jika kau rasakan keluh kesahku
kau akan di sisiku
jika kau mampu menterjemahkan artiku
kau akan jatuh cinta padaku
lihatlah,
kibasan sayap merpati
bayang-bayangnya
menyentuh wajah kita
mengecap
dengan tinta darah
sebuah
aksara purba :-cinta-
lihatlah
pula, tubuh yang gontai
mencoba
menyibak tabir
di
pusara sendiri
sambil
memungut setiap kata-kata
yang
pecah oleh arti peristiwa
aku
sedang belajar menerka
bisikan
padaku semangatmu
jangan
gontai hanya karena duka
tersenyumlah
untuk masa depan
raih
angan dan cinta
sebut
segala bahasa
walau
dengan dzikir yang panjang.
Konk,
Maret 2006