DOA (1)
(kepada setiap pewaris)
(kepada setiap pewaris)
ijinkan aku memahat rapalan mantra di telapak tanganmu
yang akan menjadi lentera jalanmu
kelak kau temui segala rahasia kitabmu
bukan sekedar dongeng saat engkau memeluk bayang-bayang
masa depan
ijinkan kecup manis menggores jidatmu
simbol keikhlasan peluh mengucur saban engkau terlelap
setiap tetesnya mengguratkan wajahmu
polos dan terlalu dungu
berlarilah saat engkau terjaga dari mimpimu
meski kakimu berdarah dan ngilu
terjanglah gelap rimba dunia
teroboslah pekatnya kabut angkara kehidupan
namun, jika engkau lelah, bersandarlah pada diding musim
sambil sesekali tundukkan kepala, lihatlah tanah moyang yang
kian menjadi abu.
lihatlah pula, selepas engkau berlarian mererobos pekatnya
rimba kehidupan
ada wanita duduk di atas batu, jemari tangannya menghitung nasib
mulutnya komat kamit melafal abjad namamu
air matanya membiak menggenangi tunas-tunas mimpinya sendiri
dia, tenggelam dia relung rindu yang paling dalam
maka, lari dan sujudlah padanya
tapi ingat, engkau bukan Malin Kundang
sebuah legenda yang terlajur menjilma sejarah
abadi terpatri di kalbu para pewaris
ingatlah pula, aku telah mengukir sebuah mantra di telapak tanganmu
agar engkau paham artimu.
dan jadilah matahari dalam duniamu
simbol keikhlasan jiwa, saat engkau terbelenggu oleh kenistaan
:- bukankah tidak ada dua matahari yang berjalan di atas satu bumi ?
17.12.13 / Konk (benk)